24 Oktober, 2011

Skripsweet atau Skripsh*t

Sebenernya sih ini bukan tips juga, berkesan seperti gue hebat banget sampe ngasih tips gitu. Karena jujur gue juga merupakan salah satu dari sekian banyak temen mahasiswa dikampus gue yang gagal dalam mempertahankan konsistensi dlm ngerjain skripsi hehe


Gue nulis tulisan ini karna gue lg ngerjain skripsi juga dan gue juga sedang mengalami yg namanya sindrom MALAS. Tidak seperti down sindrom, sindrom malas yg terlihat sepele ini bisa berakibat fatal bagi seorang mahasiswa tingkat akhir yang ibarat maen bola sudah memasuki waktu injury time alias pertambahan waktu.

Pada saat kaya gini biasa nya lo akan ngerasa bahwa waktu terasa cepat, yg biasanya sebulan itu terasa agak lama (karna nunggu kiriman uang), tp jadi berasa jd kaya 1x24 jam. Nafsu makan berkurang, buang air besar gak lancar, kermian menahun dan biasanya jadi rada sensi kalo disinggung pertanyaan2, sepeti “Sekarang semester berapa?”,dan setelah pertanyaan tersebut maka akan berlanjut ke pertanyaan “Mau lulus kapan?”. Pertanyaan2 yang hanya terdiri dari 3 suku kata tapi membutuhkan keberanian yang tinggi untuk ngejawabnya. Sebetulnya sih kalo masalah pertanyaan kayak gitu insting atau naluri sebagai mahasiswa tingkat akhir akan secara otomatis bekerja, contoh:

A= orang asing/sodara/tmn rumah/ortu pacar
B= mahasiwa tingkat akhir
-----------------------------------------------
A: Sekarang semester berapa?
B: Semester akhir.
A: Mau lulus kapan?
B: Secepatnya.

Intinya cukup dijawab dengan jawaban singkat padat dan gak jelas. Yah sebenernya sih emang jawaban diatas bersifat ambigu, alias gak jawab pertanyaan yang diajukan sama sekali. Tp paling gak kita udah punya keberanianlah buat jawab pertanyaan2 yg rawan kayak gitu daripada diem, yaa gak?

Kembali ketopik malas tadi, pertama-pertama kita harus bisa kenalin dulu masalah kemalasan kita itu krn apa. Dari yang gue rasain, sindrom rasa malas yg menyebabkan skripsi itu stuck diakibatkan antara lain karena:

Kondisi internal
1.Dosbing (Dosen Pembimbing)
2.Literature
3.Biaya
4.Diri sendiri

Untuk poin 1, biasa ini terjadi krn kurangnya komunikasi antara si dosbing dan mahasiswanya. Bisa terjadi karena salah penafsiran keinginan mahasiswa terhadap si dosbing atau ilmu si dosbing yg terlalu tinggi, sehingga dia menginginkan mahasiwanya jadi kaya dia. Si dosbing terlalu byk menuntut ini-itu supaya tuh skripsi terlihat berbobot, tp dimata siapa? Khalayak umum atau itu dosbing sendiri. Alhasil tuh mahasiswa jd takut ketemu tuh dosbing, ngilang gak tau kemana. Sial lah bagi mahasiswa yg dpt dosbing kaya gini.

Kalo gue sendiri termasuk dalam golongan rasa malas yang diakibatkan oleh poin 2. Skripsi yang gue ambil adalah yang gak umum. Jadi cuma sedikit contekan yang gue punya, dan rata-rata literatur yang ada hanya terdiri dr bhs asing yaitu inggris dan jepang. Jd mau gak mau gue musti translate tuh bahasa dengan menggunakan seluruh panca indera yang gue miliki. Karena terbatasnya literatur itu itu jd bikin gue gak tau mau nulis apaan di skripsi dan akhirnya jadi males,

Pada poin yang ke-3 ini adalah masalah yang paling ironis, saat lo punya SDM yang bagus, dosbing yg enak dan literatur yang mudah didapat tapi ternyata lo harus mendapat kenyataan bahwa lo kekurangan biaya. Emg sebetulnya di kondisi ini kita gak boleh nyerah, krn tiap masalah pasti ada jalan keluarnya, yah walopun emg untuk masalah yang satu ini gak banyak yang bisa dilakukan. Pada kondisi ini biasanya ada yang memilih untuk memilih mencari kerja sambilan sepuluh sabelas alias kerja serabutan, yang penting bisa makan dan beli kertas untuk skripsi. Sesungguhnya wahai para penderita masalah financial jangan lah engkau menyerah,karena saat kalian bisa tetep survive dengan kondisi seperti ini nisacaya suatu saat kalian akan jadi orang besar. Orang dengan mental baja, tahan banting, apalagi tahan boker.

Sedangkan untuk yang poin 4 wajib bersedih lah kalian wahai para mahasiswa tingkat akhir jika penyebabnya karena poin ini. Pasalnya pada poin yang ke-4 ini masalahnya karena kalian berarti sudah menyia-nyiakan waktu kalian. Artinya kalian sudah menkreditkan masa depan yg harusnya bisa kalian bayar dengan tunai. Kalian kurang menghargai hidup yang sudah dikasih. Gak sedikit temen-temen mahasiswa gue yang ngalamin kondisi kyak gini. Kata skripsi jadi terdengar angker dan berbau klenik, sesuatu yg harus dihindari keberadaannya. Percayalah, karena sebenernya kalian hanya lari masalah yang ada. Kesenangan yang kalian rasakan itu hanya bersifat semu dan cuma sesaat. Gue yakin orang dengan problem kayak gini pasti memiliki tingkat stress yg lebih tinggi.


Menurut gue, itu adalah sebagian kecil dari penggolongan kasta malas dari masalah yang biasanya timbul di benak para mahasiswa tingkat akhir. Sekian dari gue semoga dengan kita tau apa yang sedang kita alami kita jadi tau jalan mana yg musti kita ambil sehingga akan menghasilkan solusi yg tepat dan menjadi sesuatu banget yaa.



i n d e r a.

19 Oktober, 2011

Pilih atau Tidak Memilih

Hidup itu adalah pilihan,
Mau pilih tetap hidup dan terus bertahan atau mengakhir semuanya dengan jalan yang singkat (mati). Kita gak bisa bilang pribadi yang mengakhiri hidupnya itu pengecut karena ia terlalu takut untuk menjalani hidup. Tapi mungkin memang itu adalah pilihan hidupnya dengan cara untuk tidak melanjutkan hidup
Untuk memilih jalan ataupun tidak saja tanpa kita sadari itu adalah merupakan suatu pilihan. Seperti halnya dalam pemilihan umum bahwa untuk kaum dengan pilihan golongan putih (tidak memilih), itu merupakan suatu bentuk pilihan. “PILIHAN UNTUK TIDAK MEMILIH”.

Namun tetap diingat,bahwa setiap pilihan itu pasti memiliki resikonya masing-masing. Mulai kita dilahirkan didunia ini sampai akhirnya kita kembali kedunia asal kita kelak (mati), tuhan sudah memberikan pilihan kepada kita dan kita lah yang menentukan kearah mana kita akan melanjutkan hidup. Tuhan hanya memberikan jalan, apakah kekanan atau kekiri dan selanjutnya kita lah yang akan memilih. Tuhan tidak mengatur segala apa yang kita pilih. Tuhan hanya akan memberikan resiko dari setiap pilihan kita. Tuhan telah memberikan kita akal/ pikiran, budi pekerti, rasa kagum terhadap sesuatu, rasa homat dan lain sebagainya sebagai bekal kita untuk menentukan mana yang benar dan mana yang buruk yang dimaksudkan agar kita tidak memilih jalan yang salah.

Pada setiap pilihan yang ada pastilah akan memiliki resiko atau dampak dari tindakan yang kita ambil. Efek, dampak maupun resiko itu tidak serta merta pasti berakhir buruk. Ada kalanya berdampak baik bagi kita, dan ada kalanya juga berdampak yang tidak menyenangkan. Namun selalu ingat, bahwa apa yang kita pilih itu ibarat suatu penelitian di laboratorium, yang bisa berhasil dan bisa juga gagal. Hasil penelitian yang berhasil atau gagal tetaplah dianggap sebagai hasil dari suatu penelitian tersebut. Hasil penelitian tadi akan dijadikan bahan pembelajaran dan bahan pertimbangan bagi peneliti-peneliti yang selanjutnya.

Pada suatu pilihan dan berakhir dengan tidak menyenangkan itu bukan berarti kita gagal. Saat kita gagal bukan berarti kita dikatakan sudah kalah, kita kalah saat kita sudah berhenti berusaha (menyerah), walaupun menyerah atau putus asa itu adalah termasuk pilihan juga. Gagal adalah saat kita terjatuh pada lubang dengan kondisi yang sama. Hal tersebut berarti kita tidak pernah belajar dari apa yang telah terjadi. Belajarlahlah dari setiap kegagalan, karena kita tidak akan belajar dari keberhasilan. Jadikan pengalaman gagal sebagai pedoman untuk memilih jalan yang selanjutnya.
Kendati itu semua adalah pilihan, namun tetap diingat bahwasannya pilihan yang baik adalah yang akan membawa kita menuju kearah “KESUKSESAN”, yang memberikan kita ketenangan baik lahir maupun batin dan yang pasti tidak merugikan orang lain. Jadi pilihlah jalan anda, meski itu sulit. Pilihlah jalan anda, meski itu butuh banyak pengorbanan. Pastikan anda tetap ikhlas pada setiap resiko yang didapat. Sesungguhnya kenyataan akan selalu lebih pahit dari kelihatannya karena “HIDUP ADALAH APA YANG KITA JALANI BUKAN APA YANG KITA BAYANGKAN”.



i n d e r a.